Minggu, 22 Desember 2013

Upacara Saparan Bekakak

Proses Penyembelihan Pengantin

Memang tidak ada yang salah jika Yogyakarta di juluki sebagai kota yang kaya akan budaya di Indonesia. Yogyakarta yang memang di pimpin oleh seorang raja yakni Sri Sultan Hamengkubuwono yang begitu di hormati dan di segani  oleh semua masyarakat Yogyakarta. Yogyakarta yang kental akan budaya nya mempunyai banyak cerita rakyat yang menarik untuk di ulas, diantaranya Tradisi penyembelihan Manusia di Gunung Ambarketawang, Gamping Kab. Sleman Yogyakarta. Namun, manusia disini adalah sesosok pasangan yang berwujud boneka seorang Abdi Dalem  keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dalam posisi duduk bersila. Menurut cerita seorang warga konon upacara ini bermula dari sebuah kecelakaan yang menimpa dua orang Abdi Dalem (pegawai keraton) di Gunung Gamping dan Gunung Kiling dan jasad nya bak ditelan bumi.

Abdi Dalem Keraton

Pelaksanaan upacara adat yang di laksanakan pada hari Jum’at, 20 Desember 2013 ini di penuhi oleh berbagai lapisan masyarakat Yogyakarta yang berbondong-bondong untuk menyaksikan proses upacara yang digelar setiap satu tahun sekali pelaksanaannya. Pelaksanaan upacara adat ini pun terbagi menjadi beberapa tahap diantaranya: Midodareni pengantin bekakak, kirab bekakak, penyembelihan pengantin, dan sugengan ageng. Yang seru dari proses ini yaitu arak-arakan pengantin bekakak dari Gunung Gamping menuju Gunung Kiling. Sebelum prosesi arak-arakan dimulai digelar pementasan fragmen Prasetyaning Sang Abdi Dalem yang menceritakan kisah Ki Wirosuto, yang tewas tertimbun batu kapur di Gunung Kiling pada bulan sapar.

Gunungan

Proses penyembelihan selesai, dilanjutkan dengan penyebaran gunungan kepada seluruh warga yang hadir. Warga sekitar pun masih mempercayai tradisi ngalap berkah dari isi gunungan dan akan saling berebut untuk mendapatkannya. Hujan pun seolah tak menyurutkan para warga untuk mengikuti proses upacara ini sampai selesai. Satu lagi yang unik saya jumpai dalam proses upacara adat ini, yakni sekelompok anak yang berperan sebagai anak genderuwo. Anak-anak yang jumlahnya sekitar 50-an ini didampingi oleh sepasang genderuwo serta banaspati yang mengawal pengantin bekakak. Anak-anak genderuwo menggambarkan lelembut dan setan yang sedang bahagia karena akan mendapatkan korban berupa sepasang pengantin dari Keraton Yogyakarta.

Genderuwo

Selain untuk melestarikan tradisi dan budaya, kegiatan ini diharapkan mampu menjadi magnet bagi wisatawan, karena ini merupakan tradisi yang digelar setiap satu tahun sekali. Kita sebagai warga Negara Indonesia yang begitu kaya akan budaya harus ikut berperan dalam pelestarian budaya serta tak melupakannya. Semoga budaya yang kita miliki tidak luntur dimakan jaman dan di akusisi oleh Negara-negara lain. Bagimana pun budaya adalah peninggalan nenek moyang yang harus tetap dijaga agar anak cucu kita bisa menikmati di masa mendatang.

Antusiasme
Hiasan Kaki
Ogoh-ogoh


Iring-iringan Kirab
Iring-iringan Kirab 2
Satu Komando
Prajurit Keraton
Pengantin Pria
Antusiasme Warga







Tidak ada komentar:

Posting Komentar